The Shattered Light-Chapter 20: – Duel di Bawah Langit Kelabu

If audio player doesn't work, press Reset or reload the page.

Chapter 20 - – Duel di Bawah Langit Kelabu

Langit mendung menggantung rendah saat kelompok Kaelen melanjutkan perjalanan. Rasa perih di bahunya masih tersisa, namun ia memaksakan diri untuk tetap kuat. Varrok sesekali meliriknya dengan khawatir, tetapi Kaelen hanya membalas dengan anggukan tegas. Ia tahu, kelemahan sedikit saja bisa menjadi celah yang dimanfaatkan musuh.

Di depan mereka terbentang jalur sempit di tepi tebing. Di bawahnya, sungai deras mengalir, suaranya bergemuruh. Kabut tipis membatasi pandangan, membuat setiap langkah harus dihitung cermat. Udara dingin menusuk, menambah tegangnya suasana.

"Berhati-hatilah. Tempat seperti ini adalah favorit para pemburu Ordo Cahaya," ujar Varrok pelan.

Serina menggenggam busurnya erat. Lyra berjalan lebih dekat dengan Kaelen, seakan takut kehilangan perlindungan dari sosok yang kini menjadi sandaran emosionalnya. Kaelen bisa merasakan kehadirannya, dan meski hatinya menghangat, ia juga menyadari tatapan Serina yang penuh kecemasan dari belakang.

Tiba-tiba, sebuah siulan tajam membelah udara. Panah melesat dari kabut, menghantam batu di samping mereka dan menimbulkan percikan kecil.

"Serangan!" teriak Varrok.

Kaelen langsung mencabut pedangnya. Dari balik kabut, beberapa prajurit Ordo Cahaya muncul dengan langkah tegas. Mereka bersenjata lengkap, bergerak dengan formasi disiplin. Namun, satu sosok mencuri perhatian Kaelen—pria berjubah hitam dengan lambang cahaya merah di dada. Sorot matanya tajam, penuh rasa percaya diri, dan aura kekuasaan menyelimuti tubuhnya.

Kaelen merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Tubuhnya bereaksi tanpa kendali, kekuatan gelap di dadanya bergetar liar, seakan mengenali bahaya sejati.

"Eryon..." bisik Varrok dengan suara berat. "Itu dia."

Tanpa aba-aba, Eryon maju perlahan, pandangannya lurus pada Kaelen.

"Kalian cukup merepotkan," suaranya dalam, penuh wibawa. "Tapi hari ini, aku ingin melihat sejauh mana batasmu."

Kaelen menegakkan tubuh, mengangkat pedangnya dengan kedua tangan. "Kalau begitu, datanglah."

Seketika, Eryon melesat. Kecepatannya melampaui dugaan Kaelen. Pedang mereka beradu keras, suara dentingan menggetarkan udara. Bentrokan itu menggetarkan tangan Kaelen, kekuatan Eryon luar biasa. Setiap tebasannya bagaikan palu besi yang siap meremukkan lawan.

Kaelen mundur selangkah, lalu membalas dengan tebasan menyilang. Eryon menangkis dengan mudah, lalu melancarkan serangan beruntun. Mereka saling bertukar pukulan dengan kecepatan tinggi. Percikan api beterbangan saat bilah-bilah pedang mereka terus berbenturan.

Suara pertempuran di sekeliling mereka seakan menghilang. Dunia hanya menyisakan Kaelen dan Eryon. Setiap langkah Eryon dipenuhi keyakinan, setiap gerakan Kaelen dipacu oleh naluri bertahan hidup.

Bisikan itu muncul lagi di benak Kaelen, kali ini lebih kuat.

"Bebaskan aku... berikan kekuatan... hancurkan dia... Lindungi mereka... dengan darah..."

Kaelen menahan napas, menepis suara itu. Ia tahu risikonya. Satu kali saja ia membiarkan kekuatan itu menguasai, mungkin ingatan tentang orang-orang yang ia sayangi akan terkoyak lagi.

Namun, Eryon seolah membaca kebimbangannya. Dengan satu gerakan cepat, ia berhasil menggores lengan Kaelen. Darah mengalir hangat.

"Kau menahan diri... itu akan membunuhmu," ucap Eryon sambil menatapnya tajam.

Kaelen merasakan kemarahan bercampur ketakutan. Napasnya memburu, matanya mulai merah. Kekuatan gelap itu semakin memaksa keluar.

"Aku tidak akan kalah," gumam Kaelen.

Dengan teriakan penuh tenaga, Kaelen melancarkan serangan balasan. Kali ini, ayunan pedangnya lebih kuat, lebih cepat. Eryon tampak terkejut sesaat. Dentingan pedang mereka semakin keras, hingga tanah di bawah kaki mereka bergetar.

Kaelen merasakan energinya meningkat, tetapi ia tahu itu bukan hanya kekuatan dirinya—itu kekuatan gelap yang mulai menyusup perlahan. Ia sadar, ia berjalan di tepian jurang.

New novel 𝓬hapters are published on freёwebnoѵel.com.

Eryon mundur beberapa langkah, matanya menyipit. "Kau... menarik. Aku bisa merasakan itu... sesuatu dalam dirimu."

Kaelen menahan napas. Ia tahu yang dimaksud Eryon. Ia tahu pria itu merasakan kekuatan gelap yang bersarang di tubuhnya.

Tiba-tiba, Eryon mengangkat tangan, memberi isyarat mundur kepada pasukannya. Prajurit Ordo Cahaya segera menarik diri. Suasana kembali sunyi, hanya menyisakan napas berat Kaelen dan detak jantungnya yang menggelegar.

"Kita akan bertemu lagi, Kaelen," ujar Eryon dingin. "Aku ingin melihat sampai di mana batas kekuatanmu. Dan aku akan menjadi orang yang mengujinya."

Kaelen hanya berdiri terpaku. Varrok, Lyra, dan Serina segera menghampirinya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Lyra, suaranya bergetar.

Kaelen mengangguk, meski dadanya bergemuruh. "Aku baik... Tapi aku merasakan sesuatu. Dia tahu... dia bisa merasakan apa yang ada dalam diriku."

Varrok memandangnya tajam. "Mereka akan terus memburumu. Kau bukan hanya ancaman bagi mereka... Kau menjadi tantangan bagi orang seperti Eryon."

Kaelen menatap jauh ke arah kabut yang mulai menelan Eryon dan pasukannya. Di hatinya, ia tahu—pertempuran ini bukan sekadar tentang hidup dan mati. Ini tentang siapa yang akan bertahan lebih lama tanpa kehilangan dirinya sendiri.

Ia menggenggam pedangnya lebih erat. Jalan di depan semakin gelap, dan harga kemenangan mungkin lebih tinggi daripada yang pernah ia bayangkan.