The Shattered Light-Chapter 90: – Bisikan yang Tertinggal

If audio player doesn't work, press Reset or reload the page.

Chapter 90 - – Bisikan yang Tertinggal

Kaelen menatap Serina dengan perasaan campur aduk. Ia telah kembali, tapi ada sesuatu yang tidak benar. Bayangan hitam yang melintas di iris matanya, sekejap lalu menghilang, meninggalkan keraguan yang mengendap di hati Kaelen.

Serina mengerjap pelan, napasnya masih terputus-putus. "Aku... di mana?"

Kaelen menggenggam tangannya erat. "Kau kembali, Serina. Aku berhasil mengeluarkanmu dari kegelapan."

Serina menghela napas panjang, lalu mengangkat tangannya untuk menyentuh wajahnya sendiri, seolah memastikan bahwa dirinya masih nyata. "Aku... aku merasa aneh."

Penjaga Ingatan melangkah mendekat, matanya masih penuh kehati-hatian. "Kau telah melewati sesuatu yang tidak seharusnya dialami manusia. Ada kemungkinan... ada sesuatu yang ikut terbawa bersamamu."

Serina menatapnya dengan bingung. "Apa maksudmu?"

Namun sebelum Penjaga Ingatan sempat menjawab, angin dingin tiba-tiba berembus melalui gua. Api obor yang menyala di dinding berkedip-kedip, hampir padam. Bau tanah lembap bercampur dengan aroma busuk menyebar, seolah ada sesuatu yang membusuk di balik bayangan. Suasana berubah drastis. Kaelen langsung sigap, menarik pedangnya kembali.

Serina menggigil, merasakan sesuatu yang tidak terlihat mengelilinginya. "Kaelen... aku mendengar sesuatu."

Kaelen menoleh. "Apa yang kau dengar?"

Serina menutup matanya, wajahnya menegang. "Bisikan. Mereka... mereka tidak pergi."

Penjaga Ingatan mengerutkan alisnya. "Apa yang mereka katakan?"

Serina menggigit bibirnya, matanya terbuka dengan ketakutan yang nyata. "Mereka mengatakan aku belum sepenuhnya bebas."

Di dalam pikirannya, Serina berlari melewati lorong gelap yang tak berujung. Suara bisikan mengelilinginya, menariknya semakin dalam. Berhentilah melawan, suara itu berdesis. Kau milik kami. Tetapi di kejauhan, ada suara lain. Suara yang hangat. Serina, lawan dia! Kaelen...

Kaelen menegang. "Apa maksudnya?"

Sebelum siapa pun bisa mencerna ucapan Serina, sesuatu menghantam gua dengan kekuatan besar. Batu-batu berjatuhan dari atas, dan dinding gua bergetar. Kaelen langsung berdiri dan menarik Serina ke belakangnya.

Dari bayangan yang masih tersisa di sudut gua, sesuatu muncul. Sebuah siluet samar, tinggi dan kurus, dengan mata yang bersinar merah darah. Suaranya berbisik, tetapi menggema di seluruh ruangan.

"Serina... kau pikir kau bisa lari?"

Kaelen mencengkeram gagang pedangnya erat. "Siapa kau?"

Makhluk itu tidak menjawab. Ia hanya melangkah maju, dan setiap langkahnya membuat udara di sekitar semakin berat. Gua bergetar halus, seolah menahan sesuatu yang lebih besar di dalamnya.

Serina mulai gemetar. "Aku mengenalnya... Aku ingat suaranya..."

Penjaga Ingatan menarik napas tajam. "Ini tidak mungkin... Makhluk itu seharusnya tetap tersegel di antara dunia."

Kaelen menggeram. "Apa yang terjadi, Penjaga? Jelaskan sekarang!"

Penjaga Ingatan menatap Kaelen dengan ekspresi gelap. "Ketika kau menarik Serina kembali dari kehampaan, kau membuka pintu bagi sesuatu yang lain."

Kaelen merasakan dadanya mencengkeram. Jadi, ini kesalahannya? Dengan menyelamatkan Serina, ia telah membiarkan sesuatu yang jauh lebih berbahaya masuk ke dunia ini?

Siluet itu tertawa pelan. "Serina... Kau milikku. Kau tidak akan pernah benar-benar bebas."

Serina mencengkeram kepalanya, kesakitan. Suara-suara dalam kepalanya semakin keras, semakin dalam. Dalam sekejap, tatapan matanya berubah—seperti ada sesuatu yang menariknya kembali ke dalam kegelapan.

Kaelen tak tahan lagi. Ia mengangkat pedangnya. "Aku tidak peduli siapa atau apa kau! Jika kau ingin menyentuh Serina lagi, kau harus melewati aku dulu!"

Siluet itu berhenti sejenak, lalu tersenyum. Senyum yang tidak seharusnya ada di wajah makhluk seperti itu.

"Aku akan menunggumu, Kaelen. Sampai kau sadar... bahwa ini bukan lagi pertarungan yang bisa kau menangkan."

Dan dalam sekejap, bayangan itu menghilang. Namun sebelum lenyap, Kaelen sempat melihat sesuatu—sepasang mata merah lain, mengintai dari dalam tubuh Serina.

Gua kembali sunyi, tapi hawa dingin yang ditinggalkannya masih menusuk.

Follow current novels on freewebnσvel.cѳm.

Kaelen menoleh ke Serina, yang kini terjatuh di tanah, terengah-engah. Matanya masih dipenuhi ketakutan, tetapi juga sesuatu yang lain—sesuatu yang belum sepenuhnya hilang.

"Kita harus pergi dari sini," kata Penjaga Ingatan, suaranya lebih tegas dari sebelumnya. "Dan kita harus menemukan cara untuk menutup pintu itu... sebelum terlambat."

Kaelen menggenggam tangan Serina lebih erat.

Serina mengangguk, tetapi jari-jarinya terasa lebih dingin dari biasanya. Di belakangnya, bayangan di dinding bergeser, seolah sesuatu masih mengawasi mereka.

Perjuangan mereka belum selesai. Malah, mungkin ini baru permulaan.