The Shattered Light-Chapter 23: – Jejak di Bawah Bayangan
Chapter 23 - – Jejak di Bawah Bayangan
Fajar menyingsing perlahan di balik perbukitan, menyinari lembah tempat Kaelen dan kelompoknya beristirahat semalam. Udara pagi membawa embun segar, tetapi ketenangan itu segera pudar saat Varrok mengamati jejak samar di tepian sungai.
"Jejak ini baru," gumam Varrok, suaranya rendah namun tegas. Ia berjongkok, menyentuh tanah yang masih sedikit basah. "Seseorang melewati sini semalam... atau dini hari."
Kaelen yang berdiri di sampingnya ikut mengamati. "Ordo Cahaya?"
"Mungkin. Tapi ini langkah ringan. Bisa saja pengintai," jawab Varrok.
Suasana riang malam sebelumnya berganti menjadi waspada. Darek dan Aria segera memeriksa perimeter, sementara Serina menaikkan busurnya, bersiap untuk segala kemungkinan. Lyra berdiri di dekat Kaelen, kedua tangannya mengepal untuk menahan kegugupan.
"Kita harus bergerak," ucap Varrok. "Terlalu berisiko menetap lebih lama."
Perjalanan mereka melanjutkan ke arah hutan yang lebih rapat. Kabut tipis menggantung di antara batang pohon tua. Suara burung hutan yang biasanya menjadi pengiring pagi terasa berkurang. Setiap langkah terasa diawasi, seolah mata-mata tersembunyi mengintai dari balik dedaunan.
Kaelen berjalan di samping Lyra. "Bagaimana perasaanmu?" tanyanya pelan.
Lyra tersenyum kecil, meski wajahnya menyiratkan kegelisahan. "Aku baik. Hanya... aku mulai memahami kenapa kalian semua tampak begitu tegar. Hidup seperti ini... penuh bahaya di setiap sudut."
Kaelen mengangguk. "Tapi di antara semua itu, ada hal-hal yang membuat kita tetap berjalan."
Tatapan mereka bertemu sejenak sebelum suara gemerisik membuat mereka kembali siaga.
Varrok mengangkat tangan, memberi isyarat berhenti. Di kejauhan, samar-samar terlihat bayangan beberapa sosok. Mereka bergerak perlahan, mengenakan jubah abu-abu dengan lambang cahaya merah samar di dada.
"Pengintai Ordo Cahaya," bisik Serina.
Kaelen merasakan darahnya berdesir. Tangan kanannya meraba gagang pedang di pinggang. Namun, Varrok memberi isyarat untuk mundur.
"Kita belum siap untuk bentrokan. Jangan gegabah," ucapnya tegas.
Mereka mengendap-endap mundur, menjauhi jalur para pengintai. Namun, salah satu pengintai tampaknya menangkap gerakan mereka. Ia menoleh, kemudian memberi isyarat kepada rekannya.
"Lari!" seru Varrok.
Kelompok itu segera berlarian di antara pepohonan. Anak panah melesat, menghantam batang pohon di sekitar mereka. Kaelen merasakan jantungnya berpacu, tetapi kakinya terus berlari. Lyra berada di belakangnya, dan ia sesekali menoleh untuk memastikan ia baik-baik saja.
Tiba di sebuah tebing curam, mereka terhenti. Di bawah, sungai deras mengalir. Di belakang, suara langkah kaki musuh semakin dekat.
"Kita tak punya pilihan," ujar Varrok.
Satu per satu mereka melompat ke sungai. Kaelen menggenggam tangan Lyra sebelum melompat bersama. Air dingin membungkus tubuh mereka, arus kuat menyeret ke hilir. Kaelen berusaha mempertahankan kesadarannya, memastikan Lyra tetap bersamanya.
Beberapa menit kemudian, mereka terdampar di tepi sungai. Nafas mereka tersengal, pakaian basah kuyup. Serina dan Varrok muncul tak lama kemudian, diikuti Darek dan Aria.
"Kita selamat," ujar Darek, meski nadanya lebih seperti meyakinkan diri sendiri.
Visit freёnovelkiss.com for the 𝑏est n𝘰vel reading experience.
Kaelen menatap kelompoknya. Mereka hidup, tetapi ia tahu pengejaran belum selesai. Mata Eryon mungkin saja sedang mengamati mereka dari kegelapan.
Kaelen mengepalkan tangannya. Ia berjanji dalam hati—ia akan melindungi mereka, apa pun yang terjadi.
Ketika semua sudah berkumpul, Varrok mengatur napasnya. "Kita istirahat sebentar, lalu lanjutkan perjalanan. Sungai mungkin mengaburkan jejak kita, tapi jangan lengah."
Serina mengangguk, meski tangannya masih gemetar. Ia menatap Kaelen sekilas, seolah mencari kekuatan dalam dirinya. Lyra duduk di samping Kaelen, mencoba mengatur napasnya yang belum stabil.
"Aku tak pernah membayangkan hidupku akan seperti ini," bisik Lyra.
Kaelen menoleh, menatapnya dengan lembut. "Tidak ada yang menginginkan ini... Tapi kita harus bertahan."
Lyra tersenyum samar. "Dan aku bersyukur ada kau di sini."
Kaelen hanya mengangguk, meski dalam hatinya ia merasa beban itu semakin berat. Ia tak hanya bertarung melawan musuh di luar sana, tetapi juga melawan kegelapan dalam dirinya sendiri.
Di bawah bayangan perang yang semakin dekat, mereka terus berjalan, mencari harapan di antara kegelapan.